Kisah Mahabarata adalah kisah yang sudah sangat tidak asing bagi kita. Betapa tidak, kisah ini seakan sudah mendarah daging dalam pewayangan di Indonesia. Mahabarata merupakan maha karya sastra yang berkembang dan memberikan inspirasi bagi berbagai bentuk budaya dan seni, utamanya di daerah Jawa dan Bali. Mulai dari seni patung hingga seni ukir (relief) pada candi, berdasarkan perkembangannya maka dikembangkan juga dalam seni tari, seni lukis hingga seni pentas pewayangan baik wayang kulit maupun wayang orang.
Berbeda dengan lakon Mahabarata yang dikenal dunia, di Indonesia utamanya di Jawa diadaptasikan dengan kebudayaan Islam dan kebudayaan Jawa. Berikut ini beberapa lakon yang paling menonjol dalam kisah Mahabarata.
Arjuna
Siapa yang tidak kenal dengan lakon yang satu ini. Seorang petarung sejati tanpa tandingan di medan laga, meski digambarkan dengan tubuh yang ramping dan berparas rupawan seumpama seorang dara berhati lembut dengan kemauan sekeras baja. Kesatria dengan segudang istri dan kekasih meski melakukan tapa brata yang paling ekstrim. Kesatria yang dikenal akan kesetiaannya terhadap keluarga namun kemudian mampu memaksa dirinya untuk membunuh saudara tirinya.
Petualangan cintanya yang memukau, begitu halus dan ketampanannya yang membuat para putri bahkan dayang datang menawarkan dirinya. Sosoknya inilah yang dianggap oleh para tetua di tanah jawa sebagai perwujudan dari seorang lelaki seutuhnya.
Yudhistira
Sosok yang menjadi tertua diantara kelima pandawa adalah seorang Prabu Yudhistira. Seorang raja yang terkenal dengan kebaikannya, sosok yang jujur, santun, mencintai kedamaian. Waktunya banyak ia gunakan untuk meditasi dan penghimpunan kebijakan. Konon katanya seorang Prabu Yudhistira memiliki pusaka andalan yakni Kalimasada yang dianggap misterius, sebuah nasakah keramat yang memuat rahasia agama dan alam semesta.
Sosoknya digolongkan menjadi seorang cendikiawan tanpa pamrih, memerintah dengan keadilan sempurna serta jiwa yang luhur. Prabu Yudhistira digambarkan sebagai seorang Raja pendeta karena kesederhanaannya, mawas diri dan berwibawa.
Bima
Seorang Bima adalah kesatria yang paling ditakuti, selalu bisa membuat kehancuran dengan gadanya yang mengerikan. Sifatnya yang enggan mengendarai kereta kuda dan menembus hutan serta gurun juga kemampuannya yang mampu melompati gunung dan menyeberangi samudra tanpa ada kesulitan.
Tubuhnya kekar dan suara menggelegar. Namun dibalik sifatnya tersebut ada sifat yang patut diacungi jempol yakni kejujurannya, kesetiaan, kegigihan, serta kemampuannya di medan perang membuatnya menjadi lakon yang paling disegani.
Prabu Kresna
Kresna dan kakaknya Baladewa adalah sepupu Pandawa, dia adalah titisan dari Dewa Wisnu. Politikus serta ddiplomat yang ahli dalam mengatur strategi perang, dialah yang terhitung lebih cerdas diantara para Pandawa. Kresna adalah sebagai tombak kemenangan bagi Pandawa, akan tetapi disisi lain ia terkenal licik tanpa keseganan untuk mengabaikan peraturan jika dirasa perlu.
Nakula dan Sadewa
Bersaudara kembar dan termasuk pangeran termuda dari kalangan Pandawa. Ibunya bukanlah Dewi Kunti, melainkan anak dari saudari perempuan Prabu Salya yakni Dewi Madrim. Pada umumnya mereka berperan sebagai pengikut dan pengganti kakak-kakaknya.
Karna
Karna adalah tandingan Arjuna dalam hal kesempurnaan fisik, keterampilan militer dan kepekaan moral. Akan tetapi ia tewas di tangan Arjuna karena para dewa menghendaki akan hal itu. Karena dibuang ketika masih bayi oleh ibunya Dewi Kunti yang juga melahirkan para Pandawa. Sehingga ia dirawat dan dibesarkan oleh seorang kusir, dan kemudian diangkat menjadi seorang adipati di Ngawangga oleh para Kurawa.
Duryudana
Sosok tertua dari kalangan Kurawa terkenal sebagai raja Ngastina, kerajaan terkuat dan paling Berjaya dijagat raya. Sosoknya sebagai seorang raja besar tetap tertakdir justru menghancurkan dirinya sendiri. Namun dialah seorang tandingan yang sepadan bagi Pandawa.
Bisma
Seorang negarawan senior di Hastinapura yang dicintai serta dihormati oleh para Pandawa dan Kurawa. Meskipun sangat menentang kebijakan Duryudana, Bisma tetap memihak pada Kurawa serta memimpin pasukan Kurawa dalam perang Bharatayudha. Ketika masih muda, Bisma telah bersumpah untuk tidak menikah seumur hidupnya. Pernah Dewi Ambalika menaruh hati padanya, namun keteguhannya tidak goyah bahkan mengancam dengan busur dan anak panahnya. Kemudian tanpa sengaja jarinya melepas anak panah tersebut hingga menembus jantung sang Dewi. Bisma gugur ditangan Srikandi, seorang kesatria istri Arjuna yang merupakan titisan Dewi Ambalika.
Aswatama
Aswatama adalah anak dari Guru Drona. Aswatama termasuk yang paling sakti dan penting dikalangan Kurawa, dan ia ditakdirkan tidak mati di medan perang.
Sangkuni
Sangkuni adalah otak kejahatan dari Kurawa, kesetiaan pada raja adalah satu hal yang menguntungkan baginya. Sebagai paman ipar Destrarata dan paman Duryudana, Sengkuni mendapatkan kedudukan sebagai patih di Hastinapura, sifatnya yang penuh tipu daya dan licik yang menyebabkan pandawa mengalami kemalangan namun menguntungkan bagi Kurawa.
Dursasana
Putra kedua dari 99 Kurawa bersaudara ini dianggap sebagai tokoh paling tidak menyenangkan dari golongan kiri setelah Sangkuni. Sifatnya yang gaduh, congkak, kejam dan tak bermoral, akan tetapi ia tetap setia pada kakaknya Duryudana. Dalam medan perang, ia termasuk petarung yang pemberani.