“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih” (QS Nuh [71] : 1)
Kapal pertama yang dibuat di Bumi adalah kapal milik Nabi Nuh. Siapa yang tidak mengetahui sejarah tersebut. Bahkan kalau teman-teman pernah datang ke Jawa Timur Park 1, di sana terdapat replika kapal Nabi Nuh. Tahu seperti apa kapal tersebut dan apa saja yang dimuat di dalamnya.
Sebagian besar yang termuat dalam kapan tersebut adalah hewan peliharaan umat Nabi Nuh. Satu hal lagi, teman-teman pasti tidak percaya bahwa kapal sebesar dan sekeren itu dibuat pada zaman sebelum adanya ilmu pengetahuan. Pada zaman buta huruf dan teknik perkapalan. Luar biasa bukan? Allah Maha Segalanya.
Nabi Nuh diutus oleh Allah SWT sepuluh abad setelah Nabi Adam. Ia hidup selama 950 tahun. Namun tak seberapa pengikutnya. Jauh sebelum Nabi Nuh diutus Allah. Tersisa lima orang beriman dari umat Nabi Adam. Seiring berjalannya waktu, mereka meninggal, dan anak cucu mereka membuat patung sebagai penghormatan terhadap mereka. Waku terus berlalu, dan cerita dari mulut ke mulut mulai berubah, sampai sebuah cerita menyatakan bahwa patung-patung tersebut memiliki nyawa. Di sinilah proses penyembahan berhala terjadi.
Iblis dengan licik memanfaatkan kesempatan ini untuk menyebar kemusrikan antara manusia.
“Seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. “
(QS. al-A’raf: 96)
Di sinilah perjuangan Nabi Nuh dimulai. Ia menyeru kepada kaumnya untuk menyembah Allah. Namun tak ada yang menghiraukan. Banyak yang ingkar tak terkecuali sang anak dan istri yang turut ingkar. Baca: Kisah Nabi Sulaiman)
Di tengah perjuangan yang begitu sulit, juga kesadaran akan iman yang amat tipis kaum Nabi Nuh terpecah menjadi dua yaitu kelompok kuat dan kelompok lemah yang berada di bawah perlindungan dakwah Nabi Nuh kala itu. Sedangkan kelompok kuat merupakan kelompok orang kafir yang menentang dakwah Nabi Nuh. Mereka berpikir bahwa Nabi Nuh adalah manusia biasa seperti mereka, sehingga tak layak untuk dipercaya sebagai utusan Allah.
Peperangan terjadi antara dua kelompok tersebut. Bahkan dari kelompok kuat meminta Nabi Nuh mengusir kelompok lemah jika ingin kelompok kuat bergabung dengannya. Suatu keinginan licik. Nabi Nuh menolak keinginan itu dengan baik.
Peperangan terus berlanjut tak terbendung lagi, adu argument dan kekuatan yang melelahkan. Pertentangan demi pertentangan dilalui. Hari, waktu dan tahun terus berlanjut tanpa memutuskan semangat Nabi Nuh sedikitpun. Nabi Nuh terus berjuang meskipun kaumnya kala itu sangat sedikit dibandingkan jumlah umur yang ia miliki.
Tahun terus berlalu. Kemusrikan masih berlanjut, bahkan kian parah. Nabi Nuh mulai putus asa dan mengadu pada Allah. Sampai suatu ketika wahyu Allah datang yang menyatakan bahwa pengikut Nabi Nuh tak akan bertambah. Tidak ada lagi alasan untuk mempertahankan kaum murtad dan berjuang di tempat yang tak mungkin mendapatkan hasil lebih baik, maka Nabi Nuh berdoa pada Allah,
“Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu
tinggal di atas bumi.” (QS. Nuh: 26)
Allah SWT berfirman dalam surah Hud:
“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasannya sekali-kali tidak akan beriman di antara
kaummu, kecuali orang-orang yang telah beriman saja, karena itu janganlah kamu
bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan
pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku
tentang orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
(QS. Hud: 36-37)
Nabi Nuh membuat kapal sesuai petunjuk Allah. Kaumnya mengejek bahkan ada yang membuang kotoran dalam kapal tersebut. Membuat kapal di musim panas yang tak mungkin terjadi hujan apalagi banjir adalah hal gila. Namun Nabi Nuh mengabaikan hal itu, ia tetap melanjutkan pembuatan kapal sampai akhirnya kapal tersebut jadi dan Nabi Nuh meminta kaumnya yang beriman untuk menaiki kapal tersebut.
Badai topan datang memporak-porandakan dan menenggelamkan kaum Nabi Nuh yang ingkar, termasuk istri Nabi Nuh yang tak mau beriman. Sedang perahu Nabi Nuh terus berlayar bersamaan dengan angin tofan yang terus berlanjut sampai kehidupan baru kembali tercipta.
“Dan difirmankan: ‘Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,’ dan air
pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit judi.
Dan dikatakan: ‘Binasalah orang-orang yang lalim. “
(QS. Hud: 44)